Selasa, 12 Juli 2011

KOMUNIKASI DAN AKULTURASI Abstrak MEMPERMUDAH AKULTURASI LEWAT KOMUNIKASI MELIZABETH. S – 7008210001

Akulturasi adalah proses sosial yang timbul. Apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu, dihadapkan dengan unsur- unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa, sehingga lambat laun unsur- unsur dari kebudayaan asing itu diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.
Berdasarkan wacana diatas, maka akan muncul masalah yang ingin dikemukakan disini adalah bagaimana peran komunikasi dalam mempermudah akulturasi ? apa faktor- faktor penting yang bisa memberi andil kepada potensi akulturasi yang besar? Seperti apa faktor yang menenetukan potensi akulturasi?
Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seperti yang Young Yun Kim paparkan dalam buku Komunikasi Antarbudaya karya Deddy Mulyana, Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya (Kim, 1976, 1980).
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Teori (Kim, 1976). komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dan paling mendasar. Kita belajar dari banyak hal lewat respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Penulis melakukan tehnik Pengumpulan Data untuk melancarkan pembuatan Tugas Akhir ini Melakukan studi pustaka berdasarkan sumber-sumber tertulis, seperti buku ( Sebagian besar diambil dari buku Komunikasi Antarbudaya, karya Deddy Mulyana).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu seseorang untuk membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru.
Untuk memahami perbedaan-perbedaan budaya lebih efektif, penulis berpendapat bahwa langkah pertama dalam proses ini adalah meningkatkan kesadaran budaya seseorang secara umum. dengan memahami ‘potensi akulturasi dan peran komunikasi dalam mempermudah akulturasi’ dari pihak-pihak yang berkomunikasi akan memudahkan berlangsungnya proses komunikasi dan dalam pencapaian makna di antara keduanya.


TABLE CONTENT

ABSTRAK                 …………………………………………………….   1
TABLE CONTENT    .……………………………………………………   2
CONTEXT                 ………………………………………………….....   3
BODY                        ……………………………………………............    5
THEORY                   ……………………………………………………    6
METHODOLOGY    ……………………………………………………    8
ANALYSIS               .……………………………………………………   9
CONCLUSION        .……………………………………………………   11




         I.            CONTEXT
Seperti yang Young Yun Kim paparkan dalam buku Komunikasi Antarbudaya karya Deddy Mulyana, Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dan paling mendasar. Kita belajar dari banyak hal lewat respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan.
Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima, dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi merupakan alat utama kita untuk memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita menyesuaikan diri dan hubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi kita.[1]
Komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang berarti berhubungan, secara harfiah komunikasi berarti berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Orang yang menyampaikan komunikasi disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima komunikasi disebut komunikan. Dalam proses komunikasi faktor terpenting adalah kemampuan memberikan tafsiran dan tanggapan terhadap perilaku orang lain, meliputi perasaan-perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut, kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan orang tersebut.
Dalam komunikasi ini dapat terjadi banyak penafsiran terhadap perilaku komunikator.[2] Apabila hubungan antara kedua belah pihak tidak dapat saling memahami maka tidak akan terjadi komunikasi yang harmonis. Suatu proses komunikasi dapat dikatakan komunikatif apabila pesan yang disampaikan berdaya guna (praktis, efisien, rasional, dan mudah dicerna) dan berhasil guna (jelas maksud dan tujuannya). Dengan demikian apabila komunikasi dapat berjalan baik maka interaksi sosial dapat berjalan dengan baik
POTENSI AKULTURASI
Pola-pola akulturasi tidaklah seragam diantara individu-individu tetapi beraneka ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi. Kemiripan antar budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru.

PERAN KOMUNIKASI DALAM MEMPERMUDAH AKULTURASI
Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya. Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat mempermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat pribumi.
Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:

1. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi;
2. Usia pada saat berimigrasi;
3. Latar belakang pendidikan;
4. Beberapa karakteristik kepribadian, seperti suka bersahabat dan toleransi;
5. Pengetahuan tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi.

      II.            BODY
Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.
Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.[3]
Karena proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Maka imigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran, dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada imigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya dengan imigran. masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.
   III.            THEORY
Berbicara mengenai komunikasi antar budaya, maka kita harus melihat dulu beberapa definisi yang dikutip oleh Ilya Sunarwinadi (1993:7-8) berdasarkan pendapat para ahli antara lain :
a. Sitaram (1970) : Seni untuk memahami dan saling pengertian antara  khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural communication…….. the art of understanding and being understood by the audience of mother culture).
b. Samovar dan Porter (1972) : Komunikasi antar budaya terjadi manakalah bagianyang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakangbudaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut olehkelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intrculturalcommunication obtains whenever the parties to a communications act to bringwith them different experiential backgrounds that reflect a long-standing depositof group experience, knowledge, and values).
 c. Rich (1974) : Komunikasi antar budaya terjadi ketika orang-orang yang berbedakebudayaan (communication is intercultural when accuring between peoples of different cultures).
d. Stewart (1974) : Komunikasi antara budaya yang mana terjadi dibawah suatukondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiada dan kebiasaan (interculture communications which accurs under conditions of culturaldifference-language, cunstoms, and habits).

e. Sitaram dan Cogdell (1976) : Komunikasi antar budaya …interaksi antara paraanggota kebudayaan yang berbeda (intercultural communications …….interactionbetween members of differing cultures)

f. Carley H.Dood (1982) : Komunikasi antar budaya adalah pengiriman  danpenerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yangmenghasilkan efek-efek yang berbeda (intercultural communication is thesending and receiving of message within a context of cultural differencesproducing differential effects)

g. Young Yun Kim (1984) : Komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang – orang yang terlibat di dalamnya baik secara langsungmaupun tak tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda (intercultural communication…refers ti the communications phenomenon in which and another)

Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetap terhadap proses komunikasi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi.[4]
Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dan paling mendasar. Kita belajar dari banyak hal lewat respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. [5]
   IV.            METHODOLOGY
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Teori Komunikasi Antar Budaya dan Akulturasi Young Yun Kim paparkan dalam buku Komunikasi Antarbudaya karya Deddy Mulyana, Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya (Kim, 1976, 1980).
Jika seseorang memasuki alam kebudayaan baru, timbul memacam
kegelisahan dalam dirinya. Kecenderungan dalam menghadapi sesuatu yang baru ini bersifat alami dan normal. Tetapi perasaan itu dapat mengarah pada rasa takut,
tidak percaya diri, tekanan dan frustasi. Apabila hal demikian terjadi pada seseorang, maka dikatakan ia sedang mengalami “culture shock”, yakni masa khusus transisi serta perasaan-perasaan unik yang timbul dalam diri orang setelah ia memasuki suatu kebudayaan baru.

      V.            ANALYSIS
Sejak lahir manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya. Naluri ini merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri-sendiri tanpa bantuan manusia lainnya. Keterkaitan tersebut menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Secara sosiologi proses ini merupakan proses sosial, yang mana proses sosial membutuhkan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya.
 Proses sosial yang juga dapat dinamakan interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Soekanto dengan mengutip Gillin dan Gillin mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara orang-perorangan, kelompok-kelompok manusia, maupun sebaliknya orang-perorangan dengan kelompok.[6]
Dari sinilah mulai terbentuk bermacam-macam kelompok sosial (sosial group) yang ada dimasyarakat. Mulai dari yang terkecil yaitu keluarga sampai pada organisasi-organisasi massa dan perkumpulan-perkumpulan paguyuban, patembeyan dan lain sebagainya.
Orang yang mengalami fenomena “culture shock” akan merasakan gejala-gejala fisik seperti pusing, sakit perut, tidak bisa tidur, ketakutan yang berlebihan terhadap hal yang kurang bersih dan kurang sehat, tidak berdaya dan menarik diri, takut ditipu, dirampok, dilukai, melamun, kesepian, disorientasi dll.(Dodd, 1982:97-98). Karena sifatnya yang cenderung disorientasi, “culture shock”, menghambat KAB yang efektif.


Tahap-Tahap “Culture Shock
Tahap-tahap yang dilalui seseorang dalam mengalami proses transisi tersebut telah diteliti oleh beberapa ahli (Dodd, 1982:98) :
a.“Harapan besar” (“eager expectation”) :
Dalam tahap ini, orang tersebut merencanakan untuk memasuki kebudayaan kedua atau kebudayaan baru. Rencana tersebut dibuatnya dengan bersemangat, walaupun ada perasaan was-was dalam menyongsong kemungkinan yang bisa terjadi. Sekalipun demikian, ia dengan optimis menghadapi masa depan dan perencanaan dilanjutkan.
b. “Semua begitu indah” ( everything is beautiful”) :
Dalam tahap ini segala sesuatu yang baru terasa menyenangkan. Walaupun mungkin beberapa gejala seperti tidak bisa tidur atau perasaan gelisah dialami, tetapi rasa keingin – tahuan dan entusiasme dengan cepat dapat mengatasi perasaan tersebut. Beberapa ahli menyebut tahap ini sebagai “bula madu”.
Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa tahap ini biasanya berlangsung beberapa minggu sampai enam bulan.

c. “Semua tidak menyenangkan” (“everything is awful”)
Masa bulan madu telah usai. Sekarang segala sesuatu telah terasa tidak menyenangkan. Setelah beberapa lama, ketidak-puasan, ketidak-sabaran, kegelisahan mulai terasa. Nampaknya semakin sulit untuk berkomunikasi dan segalanya terasa asing. Untuk mengatasi ras ini ada beberapa cara yang ditempuh. Seperti dengan cara melawan yaitu dengan mengejek, memandang rendah dan bertindak secara etnosentrik; kadang-kadang juga melakukan kekerasan dengan merusah benda-benda secara fisik, sehingga dapat menimbulkan kesulitan hukum bagi dirinya sendiri. Tahap selanjutnya melarikan diri dan mengadakan penyaringan serta pelenturan.

d. “ Semua berjalan lancar” (everything is ok)
Setelah beberap bulan berselang, orang tersebut menemukan dirinya dalam Keadaan dapat menilai hal yang positif dan negatif secara seimbang. Akhirnya ia telah mempelajari banyak tentang kebudayaan baru di luar kebudayaannya.

Dari pembahasan di atas, akulturasi tidak terjadi secara sama dalam
kehidupan setiap orang. Demikian pula sebagian orang bermotivasi untuk
berakulturasi, sebagian laginya tidak. Integrasi total berlangsung secara bertahap
pada beberapa factor. Nampaknya juga untuk masa depan, pluralisme kebudayaan masih akan merupakan suatu kenyataan. Tantangan bagi setiap komunikator antar budaya ialah untuk memahami dinamika kontak kebudayaan, perinsip-perinsip akulturasi, culture shock dan menerapkannya pada hubungan-hubungan yang bermanfaat.

   VI.            CONCLUSION
Perbedaan kebudayaan dan gaya-gaya komunikasi berpotensi untuk menimbulkan masalah-masalah dalam berkomunikasi lintas budaya. Tetapi tidak
saja perbedaan, melainkan juga lebih penting lagi adalah kesulitan untuk mengakui perbedaan yang menyebabkan masalah serius dan mengancam kelancaran KAB. Maka kesadaran akan variasi kebudayaan, ditambah dengan kemauan untuk menghargai variasi tersebut akan sangat mendorong hubungan antar kebudayaan. Melalui pengalaman-pengalaman lintas budaya , kita menjadi lebih terbuka dan toleran dalam menghadapi keganjilan-keganjilan budaya. Bila ini ditunjang dengan studi formal tentang konsep budaya, kita tidak hanya memperolehpandangan-pandangan baru untuk memperbaiki hubungan-hubungan kita dengan orang lain, namun kita pun menjadi sadar akan dampak budaya asli kita pada diri kita. Pemahaman budaya dapat mengurangi dampak gegar budaya (culture shock) dan meningkatkan pengalaman-pengalaman antar budaya. Untuk memahami perbedaan-perbedaan budaya lebih efektif, penulisberpendapat bahwa langkah pertama dalam proses ini adalah meningkatkan kesadaran budaya seseorang secara umum. Orang harus memahami konsep budaya dan ciri-cirinya sebelum ia memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya. Disamping itu, dengan memahami ‘potensi akulturasi dan peran komunikasi dalam mempermudah akulturasi’ dari pihak-pihak yang berkomunikasi akan memudahkan berlangsungnya proses komunikasi dan dalam pencapaian makna di antara keduanya.

Saran

Hendaknya pemahaman tentang penerapan Komunikasi Lintas Budaya ini tidak
hanya di lingkungan Sivitas Akademika saja, namun perlu diperluas kepada
masyarakat untuk menghindari konflik-koflik SARA yang dapat mengancam
ketenangan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.







REFERENCES

Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (cetakan ke 13), Jakarta, PT Rajawali, 1990, Hal. 69
Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, teori dan terapan, Jakarta, Bumi Aksara, 2002, Hal. 150-155

Kim,Y.Y., Communication pattern of foreign Immigrant in the process of Acculturation. Human communication research 4.1 (1977) : 66-77
L.Tubbs Stewart dan Sylvia  Moss. Human Communication 1.rosdakarya. 2001; Bandung
Mulyana. Deddy dan Jalaluddin Rahmat. 2006. Komunikasi Antar Budaya. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Burhan Bungin dan  Jalaluddin Rahmat. 2009. Komunikasi Antar Budaya. Rosdakarya: Bandung.
Dr. Alo Liliweri,M.S.Makna budaya dalam komunikasi antar budaya..LKIS

Drs.a.w.widjaja .Komunikasi dan hubungan masyarakat..bumi aksara.2002
Krisna sen David.T.hill .Media budaya dan politik di Indonesia.isai



[1] Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung.Remaja Rosdakarya. 2006

[2] Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, teori dan terapan, Jakarta, Bumi Aksara, 2002, Hal. 150-155
[3] Kim,Y.Y., Communication pattern of foreign Immigrant in the process of Acculturation. Human communication research 4.1 (1977) : 66-77
[4] Tulisan ini sekedar memberi garis besar tentang definisi dari pendapat ahli yang dikutip oleh Ilya Sunarwinadi (1993:7-8)
[5] Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung.Remaja Rosdakarya. 2006


[6] Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (cetakan ke 13), Jakarta, PT Rajawali, 1990, Hal. 69